Pages

Senin, 31 Desember 2012

Proposal PTK




PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(PTK)


PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR BERTEMA UNTUK MENINGKATKAN   KETERAMPILAN BERCERITA PADA PELAJARAN  BAHASA INDONESIA SISWA KELAS III SDN BALEREJO 02 
TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013



Oleh:
LAILATUL WAHIDA ULFA
PGSD / 7C
09141122



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
DESEMBER 2012




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Ditemukan fakta bahwa siswa kelas III SDN Balerejo 02 banyak mengalami kesulitan dalam keterampilan bercerita mata pelajaran bahasa indonesia. Hasil tes praktek untuk bercerita menunjukkan bahwa dari 17 siswa yang dapat bercerita bebas dengan baik  hanya sekitar 8 siswa (14%).
Dalam pembelajaran sehari-hari, guru sudah menjelaskan cara bercerita yang baik dan benar. Guru juga sudah memberikan contoh secara langsung dengan cara guru bercerita dan siswa menyimak. Namun tetap saja siswa tidak bisa bercerita dengan baik dan benar, sebagian diantaranya bahkan selalu kebingungan akan bercerita apa.
Akar penyebab rendahnya keterampilan siswa bercerita tersebut dikarenakan siswa kebingungan dalam menentukan tema yang akan mereka ceritakan. Selain hal tersebut permasalahn itu juga disebabkan karena guru tidak menggunakan media pembelajaran apapun, hanya buku sumber belajar yang dijadikan pedoman. Keadaan tersebut membuat siswa kesulitan dalam membayangkan cerita apa yang akan mereka ceritakan, mereka kebingungan menentukan tema ceritanya. Karena tingkat berfikir siswa kelas 3 masih berada pada kemampuan berfikir kongkrit maka seharusnya pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan benda-benda kongkrit yang ada di sekitar lingkungan siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti akan berupaya untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia dengan bantuan benda kongkrit yaitu berupa gambar dengan tema-tema tertentu. Untuk itu, penelitian ini sangat penting dan mendesak untuk segera dilakukan.



B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dengan media pembelajaran gambar bertema pada siswa kelas III SDN Balerejo 02?
2.      Bagaimana peningkatan keterampilan bercerita siswa dalam pembelajaran bercerita melalui penggunaan media gambar bertema pada siswa kelas III SDN Balerejo 02?

C.      Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1.        Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan media pembelajaran gambar bertema pada siswa kelas III SDN Balerejo 02.
2.        Mendeskripsikan peningkatan keterampilan bercerita siswa kelas III SDN Balerejo 02 pada pelajaran Bahasa Indonesia dengan media pembelajaran gambar bertema.

D.      Manfaat Penelitian
Peneliti mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi:
1.        Guru:
Dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dalam melaksanakan pembelejaran berbicara khususnya untuk meningkatkan keterampilan bercerita melalui penggunaan media gambar.
2.        Siswa:
Dapat menumbuhkan minat dan perhatian serta meningkatkan hasil pembelajaran dalam keterampilan bercerita melalui media gambar.
3.        Kepala Sekolah:
Dapat mendorong kepala sekolah untuk memotivasi semangat para guru untuk selalu menggunakan media pembelajaran dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah.





BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Karakteristik Siswa Kelas 3 SD
Piaget dalam Trianto mengmukakan ada empat perkembangan kognitif, yaitu:
a.    0-2 tahun adalah tahap sensori motor, ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan dan langkah demi langkah.
b.    2-7 tahun adalah tahap pra operasional, ciri perkembangannya menggunakan simbol atau bahasa tanda dan konsep intuitif.
c.    8-11 tahun atau lebih adalah tahap operasional konkrit, ciri perkembangannya memakai aturan jelas atau logis dan reversible dan kekebalan.
d.   11 tahun atau lebih adalah tahap operasi formal, ciri perkembangannya abstrak, murni simbolis, deduktif dan logis.
Siswa kelas III SD berada dalam tahap operasional konkret, dengan demikian dalam memberikan materi pelajaran, guru diharapkan lebih menitikberatkan pada alat peraga atau media yang lebih bersifat konkret dan logis. Keterlibatan dan penerimaan dalam kehidupan kelompok bagi anak usia sekolah dasar merupakan minat dan perhatiannya pada kompetensi–kompetensi sosial yang positif dan produktif yang akan berkembang pada usia ini. Hasil pergaulan dengannya dengan kelompok teman sebaya, anak cenderung meniru kelompok teman sebaya baik dalam hal penampilan maupun bahasa. Selama masa perkembangannya, pada anak tumbuh berbagai sarana yang dapat menggambarkan dan mengolah pengalaman dalam dunia di sekeliling mereka.

B.     Keterampilan bercerita
Keterampilan bercerita merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan berbicara siswa. Agar dapat bercerita, paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahasa) dan unsur "apa" yang diceritakan. (Nurgiyantoro, 2001:289). Dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk menceritakan sebuah gambar bertema yang disediakan guru, dilihat atau didengar di depan kelas dengan menggunakan tata bahasa yang tepat, lancar dan sistematik, sehingga isi cerita yang disampaikan dapat dipahami penyimak.

C.    Media gambar
Media gambar dapat diartikan sebagai salah satu media visual yang berbentuk dua dimensi. Media gambar dalam penelitian ini adalah suatu media visual mencakup semua jenis gambar atau foto dengan tema-tema tertentu yang digunakan sebagai alat bantu bagi siswa dalam bercerita di depan kelas.






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di kelas, atau memecahkan masalah pembelajaran di kelas/di latar penelitian yang dilakukan secara bersiklus.
Model pelaksanaan PTK ini menggunakan model PTK “guru sebagai peneliti” dengan acuan model siklus PTK yang dikembangkan oleh John Elliot, dengan gambar sebagai berikut:



Penelitian ini dilakukan di kelas 3 SDN Balerejo 02 Kebonsari Madiun, dengan subyek siswa kelas 3 sebanyak 17 siswa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: observasi, wawancara dan observasi. Teknik lainnya adalah tes (praktek), yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan siswa dalam bercerita.
Yang menjadi instrumen penelitian ini pada dasrnya adalah peneliti sendiri. Peneliti menjadi instrumen penelitian karena dalam proses pengumpulan data itulah peneliti akan melakukan adaptasi secara aktif sesuai dengan keadaan yang dihadapi peneliti ketika berhadapan dengan subyek penelitian. Meskipun peneliti berperan sebagai instrumen penelitian yang dapat melakukan adaptasi aktif terhadap keadaan subyek dan fokus penelitian, namun untuk menjaga fokus masalah penelitian maka peneliti juga menggunakan instrumen penelitian yang berupa pedoman-pedoman: onservasi, wawancara, dokumentasi dan soal tes.




Daftar Pustaka

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Rabu, 10 Oktober 2012

Dasar-Dasar Pengembangan Media Pembelajaran


DASAR-DASAR PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN


disusun oleh :
KELOMPOK 4

·      HILDA FARISTA                                (09141096)
·      HIRHOWATUL MUNAFFIYANTI   (09141098)
·      INGE FEBRILIANA                           (09141106)
·      LAILATUL MAHMUDAH                 (09141121)
·      LAILATUL WAHIDA ULFA             (09141122)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2012
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Dasar-Dasar Pengembangan Media Pembelajaran”.
Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :
1.      Bapak Dr. Parji, M.Pd., Rektor IKIP PGRI Madiun.
2.      Bapak Drs. H. Ibadullah Mallawi, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan.
3.      Bapak Fredy Hermanto, S.Pd. M.Pd., Dosen Mata Kuliah Pengembangan Media Pembelajaran.
4.      Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moril maupun spiritual.
5.      Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan ini.
Atas jasa beliau-beliau penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT memberikan hidayah dan limpahan karunia-Nya serta menjadikan sebagai amal yang tak ternilai harganya dan mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Sekian yang dapat penulis sampaikan. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi tercapainya kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca umumnya. Amin.



Madiun, 21 April 2012

Tim Penulis



DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................ iii
BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................. 1
C.     Tujuan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Hak Asasi Manusia............................................................................ 3
B.     Perkembangan HAM di Dunia Internasional.................................... 4
1.      Perkembangan HAM di Inggris.................................................. 4
2.      Perkembangan HAM di Perancis................................................ 5
3.      Perkembangan HAM di Amerika Serikat................................... 6
C.     HAM oleh PBB................................................................................ 7
D.    Perkembangan HAM di Indonesia................................................... 8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan...................................................................................... 13
B.     Saran................................................................................................ 13
Daftar Pustaka................................................................................................... 15





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penyusunan rancangan
Bila Anda akan membuat program media pembelajaran, Anda diharapkan dapat melakukannya dengan persiapan dan perencanaan yang teliti. Dalam membuat perencanaan itu ada beberapa pertanyaan yang perlu anda jawab:
1.      Anda perlu bertanya mengapa Anda ingin membuat program media itu?
2.      Apakah program media itu ada kaitannya dengan proses belajar mengajar tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula?
3.      Untuk siapakah program media itu anda buat?
4.      Bagaimana karakteristik sasaran Anda?
5.      Betulkah program media itu mereka perlukan?
6.      Perubahan tingkah laku apa yang Anda harapkan akan terjadi bila mereka selesai belajar menggunakan media yang Anda buat?
7.      Bagaimana urutan materi itu harus disajikan?
8.      Apa ukuran yang Anda gunakan?
Bila pertanyaan di atas disusun secara sistematis maka urutan dalam mengembangkan program media itu dapat diutarakan sebagai berikut:
a.       Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa
b.      Merumuskan tujuan instruksional (instructional objective) dengan operasional dan khas
c.       Merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya tujuan
d.      Mengembangkan alat pengukur keberhasilan
e.       Menulis naskah media
f.       Mengadakan tes dan revisi
Bila langkah-langkah tersebut digambarkan dalam bentuk flow chart, akan diperoleh model pengembangan sebagai berikut:









1.    Analisis Kebutuhan Dan Karakteristik Siswa
Dalam proses belajar mengajar yang dimaksud dengan kebutuhan belajar siswa adalah kesenjangan antara kemampuan, keterampilan dan sikap siswa yang kita harapkan dengan yang mereka miliki saat ini. Misalnya dalam pembelajaran matematika, bila kita mengharapkan siswa dapat menjumlahkan, mengurangi, mengalikan dan membagi, sedangkan pada saat ini mereka mereka hanya dapat menjumlahkan saja. Maka kebutuhan pembelajaran itu ialah kemampuan dan keterampilan dalam mengurangi, mengalikan dan membagi. Dari kesenjangan itu dapat diketahui apa yang dibutuhkan oleh siswa. Kebutuhan belajar ini harus dijadikan patokan bagi guru dalam menyusun bahan pembelajaran baik berupa materi maupun media yang akan dikembangkan untuk membantu proses pembelajaran.
Selain kebutuhan belajar siswa, dalam pengembangan media pembelajaran juga perlu memperhatikan karakteristik siswa, karena pada hakikatnya setiap kelompok siswa mempunyai karakteristik  yang berbeda-beda. Guru perlu memahami karakteristik siswa yang akan dilayani dengan media tersebut. Mengembangkan media pembelajaran untuk siswa SD tentunya akan sangat berbeda dengan mengembangkan media untuk siswa SMP dan hampir tidak mungkin untuk membuat sebuah media yang sesuai untuk semua jenjang kelas atau sekolah.


   2.      Perumusan Tujuan Instruksional (Instructional Objective)
Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan kita. Tujuan dapat memberi arah tindakan yang kita lakukan. Tujuan ini juga dapat dijadikan acuan ketika kita mengukur apakah tindakan kita betul atau salah, ataukah tindakan kita berhasil atau gagal. Dalam proses belajar mengajar, tujuan instruksional merupakan faktor yang sangat penting. Tujuan dapat memberi arah kemana siswa akan pergi, bagaimana ia harus pergi kesana, dan bagaimana ia tahu bahwa telah sampai ketempat tujuan.
Tujuan ini merupakan pernyataan yang menunjukkan perilaku yang harus dapat dilakukan siswa setelah ia mengikuti proses instruksional tertentu. Contoh : siswa diberikan gambar berbagai jenis binatang, siswa dapat membedakan binatang bertulang belakang dan binatang yang tidak bertulang belakang, tanpa membuat kesalahan.
Dengan tujuan seperti itu, baik guru maupun siswa dapat mengetahui dengan pasti perilaku apa yang harus dapat dilakukan siswa setelah proses instruksional selesai. Dengan tujuan yang jelas seperti itu guru dapat menentukan materi pelajaran yang sesuai untuk dipelajari siswa supaya tujuan tercapai. Dengan tujuan itu pula guru dapat menentukan alat pengukur yang tepat untuk menilai apakah siswa telah berhasil mencapai tujuan atau belum. Untuk dapat merumuskan tujuan instruksional dengan baik, ada beberapa ketentuan yang perlu diingat:
a.       Tujuan instruksional harus berorientasi pada siswa, bukan berorientasi pada guru. Tujuan tidak menyatakan apa yang harus dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran, karena bukan perilaku guru yang dipentingkan melainkan perilaku siswa. Jadi, bukan proses mencapai tujuan itu yang penting, melainkan hasil akhirnya.
b.      Tujuan harus dinyatakan dengan kata kerja operasional. Artinya, kata kerja itu menunjukkan perbuatan yang dapat diamati atau hasilnya dapat diukur. Misalnya, siswa SD kelas V dapat mengalikan 8 x 12,5, tanpa bentuan alat tulis maupun alat lainnya. Kata kerja yang tidak operasional kurang baik dipakai dalam perumusan tujuan karena dapat menimbulkan berbagai interpretasi. Sebuah tujuan instruksional yang lengkap karena mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
A = Audience à  dalam sebuah tujuan instruksional harus jelas siapa sasaran didik kita.
B = Behavior à sebuah harus menyatakan dengan jelas perilaku apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa pada akhir kegiatan pembelajaran.
C = Condition à tujuan harus secara jelas menyebutkan dalam kondisi yang bagaimana siswa diharapkan dapat mendemonstrasikan kemampuannya atau keterampilannya.
D = Degree à tujuan harus secara jelas menyebutkan tingkat keberhasilan yang diharapkan dapat dicapai siswa.

    3.      Perumusan Butir-Butir Materi Secara Terperinci Yang Mendukung Tercapainya Tujuan
Telah kita ketahui bersama bahwa penyampaian materi yang dilakukan kebanyakan guru saat ini hanya secara verbal dan sangat tidak efektif, untuk itu guru perlu memilih materi-materi tertentu yang perlu dimediakan. Tentu saja materi yang dipilih ialah materi yang dapat disajikan dengan lebih baik melalui media daripada hanya melalui penjelasan lisan.
Pengembangan bahan materi dilakukan untuk mencapai tujuan instruksional pembelajaran. Pada poin sebelumnya telah dibahas tentang rumusan tujuan instruksional, tujuan yang telah dirumuskan tersebut harus dianalisis lebih lanjut. Seperti halnya pada waktu kita merumuskan tujuan instruksional, demikian pula yang harus kita lakukan dalam mengembangkan bahan materi yang harus dipelajari siswa. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.

   4.      Mengembangkan alat pengukur keberhasilan
Dalam setiap kegiatan instruksional, kita perlu mengkaji apakah tujuan instruksional dapat dicapai atau tidak pada akhir kegiatan instruksional itu. Untuk keperluan tersebut kita perlu mempunyai alat yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa.
Alat pengukur keberhasilan siswa ini perlu dirancang dengan seksama dikembangkan sebelum naskah program media ditulis atau sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Alat ini dapat berupa tes, penugasan atau daftar cek perilaku.
Alat pengukur keberhasilan harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan pokok-pokok materi pembelajaran yang aka disajikan pada siswa. Hal yang diukur atau dievaluasi ialah kemampuan, keterampilan atau sikap siswa yang dinyatakan dalam tujuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan instruksional itu.
Hubungan antara tujuan instruksional umum, tujuan instruksional khusus, materi instruksional dan tes, dapat digambarkan sebagai berikut:
Sesuai                          Sesuai                          Sesuai


Dari gambar diatas dapat diketahui dengan jelas bahwa tujuan intruksional khusus harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan intruksional umum. Materi intruksional harus sesuai dan mendukung tercapainya tujuan intruksional khusus. Tes harus mengukur tujuan dan materi intruksional.
Tujuan intruksional harus cukup, artinya semua aspek yang ada dalam ruang lingkup tujuan intruksional umum harus mempunyai tujuan khusus. Materi intruksional harus cukup, artinya semua kemampuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mencapai semua tujuan instruksional khusus harus terjabarkan di dalam materi instruksional. Tes harus cukup artinya semua kemampuan dan ketrampilan yang terangkum dalam tujuan instruksional khusus dan dalam materi instruksional seyogyanya ada alat pengukurnya.

B.     Penulisan Naskah
Naskah program media bermacam-macam. Tiap-tiap jenis mempunyai bentuk naskah yang berbeda. Tetapi pada dasarnya, dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun ketika kita memproduksi program media itu. Arinya naskah tersebut menjadi penuntun kita memproduksi program media itu. Pada umumnya, lembran naskah dibagi menjadi dua kolom. Pada naskah media audio (radio dan kaset) kolom sebelah kiri merupakan seperempat bagian halaman dan pada kolom ini dituliskan nama pelaku dan jenis suara yang harus direkam. Kolom sebelah kanan berisi narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, nama lugu dan suara-suara yang harus direkam.
Pada naskah film bingkai, film, video lembaran naskah itu dibagi dua sama lebar. Kolom sebelah kiri dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar itu, pada kolom sebelah kiri itu akan dapat dibaca apakah gambar harus diambil dalam close up, medium, shot, long shot, dan sebagainya. Kalau gambar harus diambil dari kiri bergerak ke kanan atau dari bawah ke atas, atau dari jauh mendekat dan sebaiknya, hal-hal seperti itu dijelaskan juga di kolom sebelah kiri. Di kolom sebelah kanan dituliskan narasi atau percakapan yang harus di baca pelaku, serta musik dan suara-suara yang harus direkam.
Dalam menulis naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan oleh pelaku harus ditulis dengan huruf bessar, sementara narasi dan percakapan ditulis dengan huruf kecil.
1.      Treatment
Treatment adalah uraian berbentuk esai yang menggambarkan alur penyajian program kita. Dengan membaca treatment kita akan dapat mempunyai gambaran tentang urutan visual yang nampak pada media serta narasi atau percakapan yang akan menyertai gambar itu. Bila musik dan efek suara akan digunaka, hal tersebut akan tergambar juga dalam treatment ini. Sebuah treatment yang baik selai memberi gambaran tentang urutan adegan, juga memberikan gambaran suasana atau mood dari program media itu.
2.      Penulisan naskah audio
Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena program ini dapat menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Kareba itu suatu program audio akan sangat efektif bila menggunakan bunyi dan suara yang dapat meransang pendengar untuk menggunakan daya imajinasinya, sehingga ia dapat memvisualkan pesan yang ingin kita sampaikan. Petunjuk yang perlu kita ikuti bila menulis naskah program media audio:
a.       Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam media audio adalah bahasa percakapan bukan bahasa tulis. Kalimat yang digunakan sedapat mungkin kalimat tunggal. Gunakan kalimat yang pendek. Sedapat mungkin kita harus menghindarkan istilah-istilah sulit. Bila kita terpaksa menggunakan istilah sulit, istilah itu perlu diberi penjelasan. Dianjurkan menggunakan bahasa yang sesuai bahasa sehari-hari pendengar kita.
b.      Musik dalam program audio
Agar pendengar tidak bosan mendengarkan program kita dan program kita tidak terasa kering kita perlu menggunakan musik dalam program media. Fungsi musik yang utama adalah menciptakan suasana. Karena itu musik perlu dipilih dengan hati-hati. Bila program media bersuasana gembira diiringi oleh musik yang bersuasana sedih tentu akan terasa janggal.
c.       Keterbatasan daya konsentrasi
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, daya konsentrasi orang dewasa dalam mendengarkan berkisar antara 25 s/d 45 menit, sedangkan pada anak-anak hanya 15 s/d 25 menit. Karena itu kurang bijaksana jika membuat program audio terlalu panjang. Satu program audio yang panjangnya 15 menit mungkin cukup menyajikan 3 konsep saja.
Karena keterbatasan daya ingat pendengar sebaiknya suatu pengertian tidak hanya disajikan atau dibicarakan sekali saja, tetapi perlu diberikan secara berulang. Bila satu pengertian diberikan berulang kali dengan cara berbeda-beda dan bervariasi, pengertian itu akan lebih meresap.
3.      Penulisan naskah visual
Prinsip-prinsip umum dalam mendesain media, yaitu :
a.       Kesederhanaan (simplicity)
Bentuk media ini harus ringkas, sederhana dan dibatasi pada hal-hal yang penting saja. Konsepnya harus tergambar dengan jelas serta mudah dipahami. Tulisan cukup jelas, sederhana dan mudah dibaca. Hindarilah bentuk tulisan yang artistik, karena tidak setiap orang dapat membacanya.
b.      Kesatuan (unity)
Prinsip kesatuan ini adalah hubungan yang ada di antara unsur-unsur visual dalam kesatuan fungsinya secara keseluruhan. Bentuk kesatuan ini dapat dinyatakan dengan unsur-unsur yang saling menunjang atau dengan menggunakan petunjuk seperti anak panah atau alat visual seperti garis, bentuk, warna, tekstur, dan ruang yang dilukiskan dalam suatu halaman.
c.       Penekanan (emphasis)
Walaupun media ditunjukkan dengan suatu gagasan tunggal yang dikembangkan secara sederhana merupakan suatu kesatuan sering diperlukan penekanan pada bagian-bagian tertentu untuk memusatkan minat dan perhatian. Penekanan dapat ditunjukkan melalui penggunaan ukuran tertentu, gambar perspektif atau dengan warna tertentu pada unsur yang paling penting.
d.      Keseimbangan (balance)
Ada dua jenis keseimbangan, yaitu :
·         Keseimbangan formal
Dapat ditunjukkan dengan adanya pembagian secara simetris, sehingga dapat dibayangkan seperti di depan kaca, sebagian dari bentuk yang digambarkan merupakan belahan yang lain.
·         Keseimbangan informal
Bentuknya tidak simetris. bagian-bagiannya dikembangkan sehingga tidak terkesan statis. Bentuk ini lebih dinamis dan menarik perhatian. Untuk membuatnya dibutuhkan imajinasi dan keberanian si perancang. Bentuk ini digambarkan dengan model asimetris atau diagonal.
e.       Alat-alat visual
Menurut Kemp (dalam Sri Anitah, 2008 : 74) alat-alat visual yang dapat membantu keberhasilan penggunaan prinsip pengembangan media visual adalah garis, bentuk, warna, tekstur, dan ruang.

C.    Produksi media
Program produksi memiliki tingkat kerumitan yang berbeda antara media satu dengan media yang lainnya. Contohnya kegiatan produksi audio. Kegiatan produksi ini memiliki tiga kelompok personil yang terlibat, yaitu sutradara atau pemimpin produksi, kerabat kerja dan pemain. Ketiga kelompok personil itu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda namun semuanya menuju satu tujuan yaitu menghasilkan program media yang mempunyai mutu teknis yang baik. Adapun keterangan dari kegiatan produksi audio adalah sebagai berikut:
a.       Studi produksi
Program audio atau hasil media audio direkam dalam suatu studio produksi atau sering juga disebut studio rekaman. Studio ini terdiri dari dua ruangan, yaitu ruang kontrol dan ruang studio. Ruang kontrol dilengkapi dengan alat rekaman dan ruang studio merupakan ruangan yang kedap suara. Kedua ruangan itu saling bersebelahan dan dibatasi dengan dinding bercendela kaca sehingga orang yang ada dalam kedua ruangan itu dapat saling melihat.
b.      Pembagian tugas dalam produksi
*      Sutradara: bertanggung jawab pada baik buruknya produksi
*      Kerabat kerja: bekerja sesuai petunjuk sutradara
*      Pemain: orang yang ditunjuk untuk membacakan naskah
c.       Pelaksanaan produksi
Pada waktu rekaman yang telah ditentukan seorang sutradara harus datang lebih awal dari para pemainnya. Segera setelah sampai di studio ia bertugas mengecek apakah studio telah siap dipakai. Ia harus bertemu dengan operator untuk mengecek apakah mereka telah menyiapkan segala perlengkapan yang diperlukan. Setelah pemain lengkap sutradara segera memimpin latihan. Tiap pemain membaca bagian masing-masing sesuai dengan urutan nakah. Setelah latihan selesai pemain dipersilakan masuk studio. Sutradara memberi petunjuk tanda-tanda yang digunakan dalam memimpin produksi.
Langkah berikutnya adalah mengadakan tes suara. Setelah semua pihak telah siap untuk melakukan latihan basah, pemain diminta membaca peran masing-masing sesuai naskah.
Setelah latihan berjalan baik rekaman segera dilaksanakan. Bila dalam rekaman ini masih juga terjadi kesalahan, sutradara dapat melakukan perbaikan dengan cara:
*      Bagian yang salah dihapus dan diulangi kembali
*      Bagian yang salah diulangi kembali dengan tanpa menghapus kesalahan tadi. Setelah selesai rekaman sutradara dan operator mengedit kembali hasil rekaman untuk membuang bagian-bagian yang tidak terpakai.
Setelah rekaman selesai sutradara berkewajiban mengucapkan terimakasih pada seluruh pemain dan operator.

D.    Evaluasi Program Media
Media apapun yang dikembangkan perlu dinilai terlebih dahulu sebelum dipakai secara luas. Penilaian (evaluasi) ini dimaksudakan untuk mengetahui apakah media yang dikembangkan tersebut dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak.
1.      Macam evaluasi
Ada dua macam evaluasi media yang dikenal, yaitu :
a.       Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang eektititas dan efisiensi bahan-bahan pembelajaran termasuk media. Tujuannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Data-data tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan media yang bersangkutan agar lebih efektif dan efisien.
b.      Evaluasi Sumatif
Dalam bentuk final setelah diperbaiki dan disempurnsksn, perlu dikumpulkan data. Hal ini untuk menentukan apakah media yang dibuat patut digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Di samping itu, untuk menentukan apakah media tersebut benar-benar efektif, seperti yang dilaporkan. Jenis evaluasi ini disebut evaluasi sumatif.
Kegiatan evaluasi dalam program pengembangan media pendidikan akan dititikberatkan pada kegiatan evaluasi formatif. Adanya komponen evaluasi formatif dalam proses pengembangan media pendidikan, membedakan prosedur empiris ini dari pendekatan-pendekatan filosofis dan teoritis. Efektifitas dan efisiensi media yang dikembangkan tidak hanya bersifat teoritis, tetapi benar-benar telah dibuktikan di lapangan.
2.      Tahap evaluasi
Ada tiga tahap evaluasi formatif, yaitu:
a.       Evaluasi satu lawan satu
Pada tahap ini pilih dua siswa atau lebih yang dapat mewakili populasi target dari media yang dibuat. Sajikan media tersebut pada mereka secara individual. Kalau media itu didesain untuk belajar mandiri, biarkan siswa mempelajarinya, sementara guru mengamatinya. Siswa yang telah dipilih tersebut hendaknya satu orang dari populasi target yang kemampuan umumnya sedikit di bawah rata-rata dan satu orang lagi di atas rata-rata.
b.      Evaluasi kelompok kecil
Pada tahap ini media perlu diujicobakan pada 5-10 siswa yang dapat mewakili populasi target. Kalau media tersebut dibuat untuk siswa SD kelas 5, maka pilihlah 5-10 siswa dari kelas 5 SD. Siswa yang dipilih dalam kegiatan ini hendaknya mencerminkan karakteristik populasi. Usahakan sampel tersebut terdiri dari siswa-siswa yang kurang pandai, sedang, dan pendai; laki-laki dan perempuan; berbagai usia dan latar belakang.
c.       Evaluasi lapangan
Evaluasi lapangan adalah tahap akhir dari evaluasi formatif yang perlu dilakukan. Setelah melalui dua tahap evaluasi di atas, tentu media yang dibuat hampir mendekati sempurna. Namun dengan itu masih harus dibuktikan. Melalui evaluasi lapangan inilah, kebolehan media yang dikembangkan tersebut diuji. Pilih sekitar 20 siswa dengan berbagai karakteristik (tingkat kepandaian, latar belakang, jenis kelamin, usia, kemajuan belajar, dan sebagainya) sesuai dengan karakteristik populasi sasaran.
Dengan ketiga tahap evaluasi tersebut dapat dipastikan kebenaran efektifitas dan efisiensi media yang kita kembangkan.





MEDIA PEMBELAJARAN
MONOPOLY GAME SMART (MGS)

I.         Standar Kompetensi
5.  Memahami hubungan sesama makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

II.      Kompetensi Dasar
5.1 Mengidentifikasi beberapa jenis hubungan khas (simbiosis) dan hubungan “makan dan dimakan” antar makhluk hidup (rantai makanan).

III.   Indikator
a.      Kognitif
Produk
1.      Menjelaskan pengertian simbiosis.
2.      Menyebutkan jenis-jenis simbiosis.
Proses
1.      Mengidentifikasi pengertian simbiosis.
2.      Mengidentifikasi jenis-jenis simbiosis.
b.      Afektif
1.      Mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi:
§  Kreatif
§  Tanggung jawab
§  Disiplin
§  Berpikir kritis
2.      Mengembangkan perilaku sosial, meliputi:
§  Toleransi
§  Komunikatif

c.       Psikomotor
Menyusun contoh-contoh simbiosis ke dalam jenisnya.

IV.   Tujuan Pembelajaran
a.      Kognitif
Produk
1.      Setelah kegiatan pembelajaran, siswa dapat menjelaskan pengertian simbiosis.
2.      Setelah kegiatan pembelajaran, siswa dapat menyebutkan jenis-jenis simbiosis.
Proses
1.      Melalui kegiatan pembelajaran, siswa dapat mengidentifikasi pengertian simbiosis.
2.      Melalui kegiatan pembelajaran, siswa dapat mengidentifikasi jenis-jenis simbiosis.
b.      Afektif
1.      Siswa dapat mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi:
§  Kreatif dalam berfikir.
§  Tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas.
§  Disiplin dalam menyelesaikan tugas.
§  Berpikir kritis dalam menjawab soal.
2.      Siswa dapat mengembangkan perilaku sosial, meliputi:
§  Toleransi dengan teman dalam berdiskusi.
§  Komunikatif dalam menyampaikan pendapat.
c.       Psikomotor
Dengan kegiatan berdiskusi, siswa dapat menyusun contoh-contoh simbiosis ke dalam jenisnya.

V.      Materi Pokok
Saling ketergantungan antara makhluk hidup.

VI.   Cara Pembuatan Media Pembelajaran “MGS”
·         Kertas manila di tempelkan pada kertas A
·         Buat pola monopoli dan beri angka urut.
·         Siapkan satu buah dadu yang terbuat dari kertas manila.
·         Siapkan soal sesuai materi pembelajaran.
·         Buat reward yang terbuat dari kertas manila yang berbentuk bintang.

VII.Cara Pemanfaatan Media Pembelajaran “MGS”
·           Pada minggu sebelumnya, siswa dibagi dalam beberapa kelompok (masing-masing terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen) dan diberikan tugas untuk membuat bangun ruang sesuai kesepakatan kelompok.
·           Siswa duduk berbanjar ke belakang dengan kelompok masing-masing.
·           Guru menjelaskan aturan permainan MGS :
-       Urutan pertama kelompok A melempar dadu kemudian mengambil soal sesuai mata dadu yang keluar dan menjawab soal tersebut.
-       Jika siswa tersebut sudah dapat menjawab soal maka siswa menjalankan bangun ruangnya sejumlah mata dadu yang keluar. Apabila tidak dapat menjawab soal, maka siswa tidak boleh menjalankan bangun ruangnya.
-       Siswa yang dapat menjawab soal mengambil satu bintang yang ada di tengah papan monopoli kemudian pindah ke urutan paling belakang. Yang tidak dapat menjawab tidak boleh mengambil bintang dan tidak bisa pindah posisi ke belakang.
-       Selanjutnya urutan pertama kelompok B, C, dst. melakukan kegiatan yang sama secara bergantian.
-       Setelah kelompok terakhir kembali lagi pada kelompok A dengan siswa pada urutan kedua, begitu seterusnya.
-       Kelompok yang paling cepat sampai pada garis finish dan mendapat bintang terbanyak adalah pemenangnya.

VIII.  Kekurangan Media Pembelajaran “MGS”
o    Tidak ramah lingkungan, karena membutuhkan banyak kertas.
o    Perlu pengarahan khusus dan pesan moral dari guru agar siswa tidak salah menggunakannya sebagai permainan judi.
IX.        Kelebihan Media Pembelajaran “MGS”
o   Bersifat fleksibel, dapat digunakan untuk semua mata pelajaran.
o   Mudah dibuat.
o   Ekonomis.
o   Dapat menambah keterampilan siswa dalam membuat bangun ruang atau simbol lain sebagai “orang” yang akan dijalankan pada papan monopoli.
o   Menambah semangat siswa karena mendapatkan reward.
o   Siswa lebih mudah mengingat dan memahami materi yang diberikan melalui permainan.